07 May, 2009

Hakikat Salafi Sejati

Copyleft 2007 – 1428 @ Maktabah Abu Salma al-Atsari | Mail : abu.salma81@gmail.com
Oleh :
Abu Salmâ al-Atsarî

بسم الله الرحمن الرحيم

Dengan Nama Alloh yang Maha Pengasih Lagi Maha
Pemurah

Sebuah Pengantar

Banyak orang mengaku-ngaku sebagai “Salafî” atau “Ahlus Sunnah”.
Namun, sayangnya pengakuan mereka ini hanyalah sekedar pengakuan
belaka tanpa diiringi dengan bukti dan hujjah atas klaim mereka. Apalagi
sebagian mereka masih jâhil terhadap hakikat dan sifat salafî sejati,
namun dengan bangganya sebagian mereka ini mengaku sebagai satusatunya
salafî dan selainnya adalah mubtadi’ (ahli bid’ah).
Sungguh fenomena ini adalah fenomena yang banyak dan tampak di
depan mata. Sebagian kaum yang mengaku-ngaku salafî itu, bersikap
keras dan bengis terhadap saudara mereka se-Islâm. Mereka tidak mau
menjawab salam apalagi memberi salam. Wajah mereka dingin dan tidak
mudah senyum. Apabila berbicara, yang senantiasa keluar dari lisan
mereka adalah, “Fulan dan Fulan seperti ini”, “Fulan dan Fulan
melakukan ini” dan senantiasa berkisar terhadap Fulan dan Fulan… tanpa
mengingkari perlunya membicarakan tentang perseorangan yang
memang diperlukan saat itu.
Berikut ini adalah penjelasan Fadhîlatusy Syaikh Zaid bin Muĥammad bin
Hâdi al-Madkholî, yang saya sarikan dari buku beliau yang sangat
bermanfaat, “Quthūf min Nu’ūtis Salaf wa Mumayyizât
Manhajuhum fî Abwâbil ‘Ilmi wal ‘Amal” [Dârul Manhaj, cet. I,
1424]. Buku ini walaupun tipis namun sarat akan faidah dan manfaat. Di
dalamnya beliau menjelaskan hakikat salafî dan manhaj mereka yang
khas di dalam ilmu dan amal. Di dalam buku ini, beliau terangkan hakikat
manhaj salaf yang sebenarnya, yang semoga orang yang antipati dengan
manhaj salaf menjadi simpati, dan orang yang mengaku-ngaku sebagai
salafî namun amal dan ilmunya tidak mencerminkannya mau berkaca.
Akhirnya, semoga apa yang saya tulis ini dapat bermanfaat, baik untuk
diri saya pribadi maupun untuk ummat Islâm.

Hakikat Salaf dan Sifat Mereka
As-Salaf : mereka adalah para sahabat Rasŭlullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa
Sallam yang hidup pada masa beliau, yang menimba agama yang lurus
ini dari beliau secara langsung dari sumbernya yang segar, baik dalam
keilmuan dan amal, maupun dalam akhlak dan perangai. Merekalah
yang pantas untuk disandarkan laqob (julukan) yang agung dan sifat
yang mulia ini, termasuk pula setiap orang yang meniti di dalam
meneladani mereka –Semoga Allôh meridhai mereka dan menerangi
makam mereka- walaupun mereka berada di zaman ini ataupun
sebelumnya ataupun setelahnya sampai hari kiamat kelak.
Di atas pemahaman yang benar inilah, kalimat ahli ilmu bersatu dan
mereka menegaskan bahwa siapa saja yang memusuhi mereka dengan
cara menyelisihi mereka, baik dengan nama, bentuk maupun perbuatan,
maka sesungguhnya orang tersebut tidaklah termasuk as-Salaf,
walaupun mereka hidup di tengah-tengah mereka dan sezaman dengan
hari-hari kehidupan mereka (baca : para sahabat).

Benar! Sesungguhnya setiap penuntut ilmu yang munshif (obyektif),
akan menyaksikan bahwa as-Salaf ash-Shôlih dan para pengikut mereka
yang mewarisi ilmu dari mereka dan meniti jalan mereka, sesungguhnya
mereka adalah manusia yang paling berlimpah ilmunya, paling
tulus/bersih jiwanya, paling agung nasehatnya dan paling terang jalan
dan manhajnya di segala hal baik ‘ilmu dan ‘amal, karena mereka adalah
para imam pemberi fatwa tentang segala urusan umat di setiap zaman
dan tempat.

Mereka adalah orang yang menjaga hak yang berkaitan dengan
kehormatan, darah dan harta benda.
Mereka adalah pemilik karya tulis yang lurus, yang dengannya
maktabah-maktabah (perpustakaan) dan tempat peredaran ilmu bersinar
berkilauan yang dapat menyembuhkan penyakit dan menghilangkan
dahaga.
Mereka adalah para pendidik syar’îyyah dan pengajar ilmu yang
bermanfaat lagi kokoh yang mensucikan jiwa dan menghidupkan hati.
Mereka adalah para penegak jihad yang membawa kalimat jihad kepada
makna sesuai dengan batasan syariat yang mulia.
Mereka adalah ahlun nuhâ (orang-orang berakal) dan pemilik hikmah dan
ihsân di dalam manhaj da’wah ilallôh, jihad fi sabîlillâh dan al-Amru bil
Ma’rŭf wan Nahyu ‘anil Munkar, dengan kepemimpinan, dhawâbit
(kriteria), batasan dan tingkatannya. Karena itulah, mereka tidaklah
sama dengan selain mereka, dari jama’ah-jamaha’ah dan partai-partai
yang mengelola dakwahnya baik secara sirrîyah (sembunyi-sembunyi)
maupun ‘alanîyah (terang-terangan), yang menyelisihi salaf pada hampir
keseluruhan dari qowâ’id (kaidah-kaidah) manhaj dakwah mereka, baik
dalam wasilah dan tujuannya.

Sesungguhnya as-Salaf dan para pengikut mereka di setiap zaman dan
tempat, di setiap masa, lokasi dan periode, mereka adalah pemilik
manhaj yang haq, yang sempurna dan menyeluruh, baik dalam
perbuatan maupun ilmu. Sesungguhnya dakwah mereka dimulai dari
pokok agama yang haq dan kaidahnya yang kokoh, yang mencakup
seluruh permasalahan ilmu baik perkara yang besar maupun kecil.
Tidaklah heran bahwa keadaan mereka memang seperti ini, karena
mereka adalah sumber keilmuan, sebab mereka adalah para ulama
Robbânîyun, para Mujâhid yang sabar dan para du’at bijaksana yang
lurus.
Maka wajib bagi kita meniti âtsar mereka baik di dalam amal maupun
ilmu, berjalan di atas manhaj mereka di dalam dakwah ilallâh dan jihâd fî
sabîlillâh, di dalam amar ma’rūf dan nahi munkar, di dalam hukum al-
Walâ` wal Barô`, dan di dalam mu’âmalah (interaksi) syar’îyah yang baik
terhadap Allôh Azza wa Jalla dan terhadap semua makhluq. Kita wajib
berpegang kepada semua ini dengan tali Allôh yang kokoh, yang tampak
di dalam ittiba’ (peneladan) terhadap Kitab-Nya yang terang dan
sunnahnya penghulu para Nabî dan Rasūl yang shaĥîĥ Shallâllâhu ‘alaihi
wa ‘alâ Alihi wa Shoĥbihi Ajma’în.
Sungguh benar apa yang dikatakan oleh seorang penyair
كل خير في اتباع من سلف وكل شر في ابتداع من خلف
“Setiap kebaikan itu di dalam peneladan yang dilakukan oleh kaum salaf
Dan setiap keburukan itu di dalam pengada-adaan bid’ah yang dilakukan
kaum kholaf.”

Inilah wahai para pembaca budiman, sebagian kekhususan para ulama
salaf dan ciri khas manhaj mereka secara ringkas :
1. I’timâd (berpegangnya) mereka dengan nushush (nash-nash) al-Kitâb
dan as-Sunnah dengan pemahaman yang shaĥîĥ, dan interaksi mereka
terhadap nash-nash ini yang tercermin dalam kehidupan mereka, baik
dalam amal dan ilmu, baik dalam perkataan dan perbuatan, secara zhahir
dan bathin, sesuai batasan firman Allôh Azza wa Jalla :
 وما آَتا ُ ك  م الر  سو ُ ل َف  خ ُ ذوه  وما ن  ها ُ ك  م  عنه َفانت  هوا
“Apa saja yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa
yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah.” (QS al-Hasyr : 7)
2. Niat yang lurus dan tujuan yang baik terhadap semua hal yang mereka
lakukan dan yang mereka tinggalkan. Disertai dengan kesabaran, ĥikmah
dan al-Mau’izhah al-Ĥasanah (pelajaran/nasehat yang baik) yang
dianggap merupakan asas utama di dalam menegakkan dakwah Islâm.
3. Iltizâm (berpegang kuat) secara sempurna terhadap manhaj para Nabi
dan Rasūl yang mulia di dalam dakwah mereka yang diridhai,
berperangai dengan akhlaq mereka yang suci, yang terpancar dari
kaidah-kaidah syar’iyah.
4. Jalan dan manhaj yang jelas di dalam aktivitas dakwah ilallâh dan
amar ma’rūf nâhi munkar, tidak bersifat sirriyah (sembunyi-sembunyi)
dan tidak pula mendirikan organisasi atau jama’ah-jama’ah rahasia
sebagaimana yang dilakukan oleh kaum hizbîyūn harokîyūn di setiap
negeri kaum muslimin. Namun as-Salaf, mereka menampakkan dakwah
mereka secara terang-terangan di dalam dakwah ilallâh dan ta’lim
(mengajarkan) hamba-hamba Allôh, mereka curahkan nasehat bagi
ummat menurut keadaan dan kedudukannya, serta beramar ma’rūf nâhi
munkar dalam batasan kemampuan syar’iyah dan menetapi adab-adab
Islamiyah.
5. Mencintai sikap berlapang-lapang (at-Tawassu’) di dalam ilmu
syar’iyah dan wasa`il (sarana-sarananya), dikarenakan Allôh dan Rasūl
Nya mencintai hal ini. Tidak sedikit ayat dan ĥadîts yang memuji dan
menyanjung sifat ini. Oleh karena itu, tidak perlu kita menghiraukan
tuduhan yang mengatakan bahwa salafîyun adalah penghafal matan dan
catatan kaki [sebagaimana tuduhan DR. ’Abdullâh ’Azzâm –semoga Allô
merahmati beliau dan mengampuni dosa kami dan beliau- di dalam
Majalah al-Jihâd, no. 53 dalam artikel berjudul ”Jâ`al Haq wa Zahaqol
Bâthil”, th. 1989]. Karena Allôh sendiri yang memuji sebagaimana dalam
firman-Nya :
ي  رَفعِ اللَّه الَّذِي  ن آَمنوا مِن ُ ك  م  والَّذِي  ن ُأوتوا اْلعِْل  م  د ر  جاتٍ
”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Mujâdilah : 11)
Dan Firman-Nya :
إِن  ما ي  خ  شى اللَّه مِ  ن عِبادِهِ اْلعَل  ماءُ
”Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,
hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun.” (QS Fâthir : 28)
Juga di dalam sabda Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam :
م  ن يرِ  د اللَّه بِهِ  خيرا يَفقِّ  هه فِي ال  دينِ  وإِن  ما اْلعِْل  م بِالتعلُّمِ
”Barangsiapa yang Allôh mengehendaki kebaikan pada seseorang,
niscaya ia fahamkan ia di dalam agama, dan sesungguhnya ilmu itu
adalah dengan belajar.” [Muttafaq ’alayhi].
Dan sabda beliau :
إِن  ما العَل  ماء و رَثُة الأَنبِياءِ
”Sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para Nabî.” [HR Abū Dâwud,
Tirmidzî dan Ibnu Ĥibbân].
6. At-Tawâdhu’ (rendah hati) di dalam belajar dan menyebarkan ilmu,
beradab yang baik terhadap makhluk, terutama terhadap para ulama
karena mereka pemilik ilmu yang keutamaannya tinggi dan
kedudukannya mulia, maka wajib bagi setiap muslim dan muslimah
untuk beradab terhadap makhluk. Allôh Ta’âlâ berfirman :
 وعِبا  د الر  ح  منِ الَّذِي  ن ي  م  شو َ ن  عَلى اْلَأ  رضِ  ه  ونا  وإِ َ ذا  خا َ طب  ه  م اْل  جاهُِلو َ ن َقاُلوا  سَلاما
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang
yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang
jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang
mengandung) keselamatan.” (QS al-Furqân : 63)
Dan sabda Nabî Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam :
 و ما ت  وا  ض  ع َأ  ح  د لِّلهِ َإلا  رَفعه اللهُ
“Tidaklah seseorang itu bersikap rendah hati karena Allôh melainkan
Allôh akan angkat kedudukannya.” [HR Muslim]
Sungguh indah apa yang dikatakan oleh seorang penyair :
تواضع تكن كالبدر لاح لناظر على صفحات الماء وهو رفيع
ولا تك كالدخان يعلو بنفسه إلى طبقات الجو وهو وضيع
“Tawâdhu’ (rendah hati) itu menjadikanmu laksana bulan bergemerlap
bagi orang yang memandangnya di atas permukaan air sedangkan bulan
itu tinggi
Janganlah kamu bagai asap yang terbang melayang meninggikan dirinya
di lapisan udara padahal asap itu hina/rendah.”
Sebaliknya, perangai yang kaku keras lagi bengis, yang merasa tinggi
hati lagi pembual, maka sesungguhnya sifat-sifat ini akan menghinakan
seorang penuntut ilmu. Maka bersegera dan bersegeralah menuju kepada
akhlaq yang mulia, dan jauhi da jauhilah akhlaq yang buruk lagi tercela!
Di dalam sebuah hikmah dikatakan :
العلم حرب للمتعالي كالسيل حرب للمكان العالي
“Ilmu itu memerangi sikap tinggi hati sebagaimana banjir itu memerangi
tempat yang tinggi.”
7. Menaruh perhatian di dalam meramaikan halaqoh ilmu terutama di
pusat utamanya, yaitu Masjid sebagai tempat termulia dan paling dicintai
oleh Allôh, dan di tempat-tempat lainnya seperti lembaga-lembaga
pengajaran semisal sekolah-sekolah, atau bahkan di setiap tempat yang
memungkinkan untuk menyebarkan ilmu dengan cara yang benar.

Menurut salaf ilmu-ilmu yang patut difokuskan adalah :
- Al-Qur`ânul Karîm dan kaidah-kaidah tajwîd bacaannya, untuk
meluruskan lisân dan membenarkan bacaannya.
- Tafsîr Al-Qur`ân beserta ilmu-ilmunya, yang dipilihkan dari buku-buku
tafsîr salafîyah yang lurus, seperti Tafsîr Ibnu Jarîr, Ibnu Katsîr dan
selainnya.
- Ilmu ‘Aqîdah dalam semua babnya, beserta tahqîq (penelitian)
terhadap segala hal yang menafikan tauĥîd dan mengoyak
kesempurnaan I’tiqâd. Buku-buku ‘aqîdah yang mu’tabar di dalam
masalah ‘aqîdah adalah “Kitâbut Tauĥîd” karya Ibnu Khuzaimah,
“Kitâbut Tauĥîd” karya Ibnu Mandah, “Kitâbus Sunnah” karya
‘Abdullâh bin Aĥmad, “Kitâbus Sunnah” karya al-Khollâl, “Ushulul
I’tiqâd” karya al-Lâlikâ`î, “al-Ibânah” karya Ibnu Baththoh al-Ukbarî,
karya-karya tulis Imâm Ibnu Taimîyah, Ibnu Qoyîm al-Jauzîyah dan
buku-buku lainnya di dalam bidang ini, sebagai tambahan pula kitab kitab tauhid yang termaktub di dalam kitab ash-Shiĥâh dan as-Sunan
pada kitab-kitab ĥadîts. Termasuk pula buku-buku ‘aqîdah yang ada
di hadapan kita di zaman ini, yaitu tulisan-tulisan dan fatâwâ di dalam
masalah ‘aqidah oleh asy-Syaikh al-Imâm al-Mujaddid Muĥammad bin
‘Abdil Wahhâb, termasuk buku-buku karya putera-putera, keturunan
dan murid-murid beliau dari kalangan ulama Najd ar-Robbâniyîn serta
selain mereka, terutama yang patut disebut adalah penulis buku
“Ma’ârijul Qabūl” dan “A’lâmus Sunnah al-Mansyūrah fî I’tiqâd ath-
Thô`ifah al-Manshūrah”, seorang Allâmah di zamannya, Ĥâfizh bin
Aĥmad bin ‘Alî al-Ĥakamî, asy-Syaikh yang mulia ‘Abdūl ‘Azîz bin Baz
al-Atsarî, asy-Syaikh yang mulia Muĥammad Nâshiruddîn al-Albânî,
asy-Syaikh yang mulia Muĥammad bin Shâliĥ al-‘Utsaimîn, asy-Syaikh
yang terhormat Ĥammūd at-Tuwaijirî, asy-Syaikh yang terhormat
Muĥammad Amân ‘Alî al-Jâmî –semoga Allôh merahmati mereka
semua-. Juga asy-Syaikh yang terhormat Shâliĥ bin Fauzân bin
‘Abdillâh al-Fauzân, asy-Syaikh yang terhormat ‘Abdūl ‘Azîz al-
Muĥammad as-Salmân, asy-Syaikh yang terhormat Rabî’ bin Ĥâdî al-
Madkholî, asy-Syaikh yang terhormat Shâliĥ bin Sa’d as-Suĥaimî, asy-
Syaikh yang terhormat ‘Alî bin Nâshir al-Faqîhî, asy-Syaikh yang
terhormat ‘Ubaid al-Jâbirî, asy-Syaikh yang terhormat Muĥammad bin
Ĥadî al-Madkholî, asy-Syaikh yang terhormat Muĥammad bin Robî’ al-
Madkholî, asy-Syaikh Aĥmad Yahyâ an-Najmî, asy-Syaikh Shâliĥ bin
‘Abdil ‘Azîz Alusy Syaikh dan selain mereka dari para ulama as-Salaf
di zaman ini, semoga Allôh memperbanyak jumlah mereka dan
menjadikan mereka dan ilmu mereka bermanfaat bagi hamba-hamba-
Nya. Mereka semua ini memiliki karya-karya tulis yang bermanfaat
dan rekaman-rekaman ceramah yang membahas masalah ‘aqîdah as-
Salafîyah.
- ‘Ilmu al-Ĥadîts, yang dipetik darinya dan dari al-Qur`ân, fikih yang
terperinci bagi rukun-rukun Islâm, Umân, Iĥsân dan keterangan ĥalâl
dan ĥarâm, dan perincian seluruh ĥukum yang Allôh bebankan kepada
manusia.
- ‘Ilmu Farô`idh yang mana begitu butuhnya umat ini terhadap ilmu ini
yang apabila mereka memahaminya, niscaya akan terpenuhilah hakhak
kepada para pemiliknya.
- ‘Ilmu as-Sîrah an-Nabawîyah dan segala pelajaran yang terkandung di
dalamnya. Inilah bidang-bidang ilmu syar’iyah mulai dari yang
terpenting hingga yang ke penting, dan kesemuanya ini harus
dipelajari menurut tingkatan dan kebutuhannya.

8. Bersikap ar-Rifq (ramah), ĥilm (lembut) dan ‘anât (tenang) kepada
makhluk pada batasan syar’i. Kesemua sifat yang baik ini merupakan
sifat yang harus dimiliki du’at yang berdakwah ke jalan Allôh. Banyak
sekali ayat-ayat yang terang dan tegas dan ĥadîts-ĥadîts yang shaĥîĥ
yang mendorong untuk bersifat dengan sifat-sifat yang mulia ini.
Diantaranya adalah firman Allôh :
 خذِ اْلعْ ف  و  وْأم  ر بِاْلع  رفِ  وَأ  عرِ  ض  عنِ اْل  جاهِلِ  ين
“Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf,
serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS al-A’râf :
199)
Dan firman-Nya :
 وَلا ت  ستوِي اْل  ح  سنُة  وَلا السيَئُة ا  دَف  ع بِالَّتِي هِ  ي َأ  ح  س  ن َفإِ َ ذا الَّذِي بين  ك  وبينه  ع  دا  وةٌ َ كَأنه  ولِي
 حمِيم  وما يَلقَّا  ها إِلَّا الَّذِي  ن  صب  روا  وما يَلقَّا  ها إِلَّا ُ ذو  حظٍّ  عظِيمٍ
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu)
dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan
antara dia ada permusuhan seolah-olah Telah menjadi teman yang
sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan
kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan
kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS
Fushshilat : 34-35)

Sabda Nabî kepada Asyaj ’Abdul Qays :
إِنَّ فِي  ك  خ  صَلتينِ يحِب  ه  ما اللهُ, الحِْل  م  والأَنُة
”Sesungguhnya engkau memiliki dua perangai yang dicintai Allôh, yaitu
kelemahlembutan dan ketenangan.” [HR. Muslim]

Dan sabda beliau Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam :
إِ ّ ن اللهَ  رفِي  ق يحِ  ب الرِْف  ق فِي الأَ  مرِ ُ كلِّهِ
“Sesungguhnya Allôh itu Maha Lembut, dan mencintai kelemahlembutan
pada segala hal.” [HR Muslim].
Sunguh indah apa yang dikatakan oleh seorang penyair :
أحب مكارم الأخلاق جهدي وأكره أن أعيب وأن أعاب
وأصفح عن سباب الناس حلما وشر الناس من يهوي السبابا
و من هاب الرجال يبوه ومن حقر الرجال فلن يهاب
“Aku menyukai akhlaq yang mulia maka kutekuni dan kubenci mencela
dan dicela orang lain
Aku berpaling dari cercaan manusia dengan kelemahlembutan dan
seburuk-buruk manusia itu adalah orang yang gemar mencerca
Barangsiapa yang memuliakan orang lain maka ia akan dimuliakan, dan
barangsiapa yang merendahkan orang lain ia takkan dihormati.”
Berangkat dari nash-nash dan hikmah inilah, salafîyun menganggap sifatsifat
yang mulia ini –yaitu ar-Rifq, al-Ĥilm dan al-Anât- sebagai penopang
dakwah mereka dan mereka pun berperangai dengannya. Oleh karena
itulah Allôh menentukan kesukesan bagi dakwah mereka di setiap zaman
dan tempat.

َ ذلِ  ك َف  ض ُ ل اللَّهِ ي  ؤتِيهِ م  ن ي  شاءُ  واللَّه ُ ذو اْلَف  ضلِ اْلعظِيمِ
”Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
dan Allah mempunyai karunia yang besar” (QS al-Ĥadîd : 21)

9. Pemahaman yang benar dan penerapan yang syar’i terhadap hukum
al-Walâ` wal Barô` bagi Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah, yang berangkat dari
sabda Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam :
َأ  وَثق  عرى الإِي  مان ا ُ لحب فِي اللهِ والب  غ  ض فِي اللهِ
”Tali iman yang terkuat adalah mencinta karena Allôh dan membenci
karena Allôh” [HR Aĥmad].

Di dalam lafazh lain dikatakan :
َأ  وَثق  عرى الإِي  مان اُلم  و َ لاة فِي اللهِ  واُلمعادة فِي اللهِ ا ُ لحب فِي اللهِ والب  غ  ض فِي اللهِ
”Tali iman yang terkuat adalah berloyal dan berlepas diri karena Allôh
serta mencinta dan membenci karena Allôh” [HR as-Suyūthî dalam al-
Jâmi’ ash-Shaghîr dan diĥasankan oleh al-Albânî].
Yang semakna dengan kedua ĥadîts di atas, adalah ucapan Ibnu ’Abbâs
radhiyallâhu ’anhu, seorang sahabat yang bergelar Turjumânul Qur`ân
(penterjemah al-Qur`ân) :
”Barangsiapa yang mencinta, membenci dan berwala’ karena Allôh, maka
ia akan mendapatkan wilâyah (kecintaan) dari Allôh yang tidak akan
diperoleh oleh seorang hamba rasa iman ini walaupun ia banyak
melakukan sholat dan puasa, sampai ia melakukan kesemua hal ini.”
[Lihat Jâmi’ al-’Ulūm wal Ĥikam karya Ibnu Rojab al-Hanbalî hal. 30].

Sebuah Penutup
Demikianlah kurang lebih apa yang dapat disarikan dari ulasan
Fadhîlatusy Syaikh Zaid al-Madkholî hafizhullâhu. Semoga apa yang
beliau sampaikan bisa menjadi bahan bercermin bagi kita semua.
Semoga Allôh memberikan taufiq-Nya kepada kita semua, agar dapat
menjadi seorang salafî sejati...
© Copyright Maktabah Abŭ Salmâ al-Atsarî 2007
URL: http://dear.to/abusalma
Email : abu.salma81@gmail.com
Artikel ini adalah publikasi online dari Maktabah lit Tahmîl (Download Library)
Abŭ Salmâ al-Atsarî. Artikel ini dapat disebarluaskan dan dipublikasikan dalam
berbagai bentuk selama dalam rangkaian tujuan dakwah, dan bukan untuk
tujuan komersil. Harap cantumkan sumber penukilan apabila mempublikasikan
atau menukil keseluruhan atau sebagian artikel ini sebagai amanat ilmiah.
Koreksi, saran, nasehat dan kritik dapat dikirimkan kepada Abŭ Salmâ al-Atsarî.

No comments:

Post a Comment

Silahkan Diskusi